REFLEKSI PERINGATAN ISRA’ MI’RAJ 1441 H

Rotasi waktu yang begitu cepat, kembali membawa kita menemui hari-hari di penghujung Rajab. Sebagaimana yang kita ketahui, terdapat sebuah peristiwa bersejarah di penghujung Rajab yang senantiasa diperingati oleh umat muslim di seluruh dunia. Peristiwa bersejarah tersebut jatuh pada tanggal 27 Rajab dan kini dikenal sebagai peringatan hari Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW.

Peristiwa Isra’ Mi’raj merupakan peristiwa dimana Baginda Rasulullah diperjalankan oleh Allah dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, kemudian dilanjutkan berpergian dengan menaiki buraq ke Sidratul Muntaha (langit tertinggi) untuk menerima perintah salat. Hal ini diabadikan dalam kitab suci Al-Qur’an pada permulaan surat Al-Isra. “Maha suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Q.S. Al Isra: 1).

Salat menjadi ibadah utama umat Islam yang wajib dikerjakan sejak peristiwa Isra’ Mi’raj telah dialami oleh Baginda Rasulullah SAW dulu. Salat inilah yang membedakan antara orang-orang yang beriman dengan orang-orang yang kafir. Jika di kalangan masyarakat masih terdapat orang-orang yang salat, tetapi masih melakukan perbuatan mencuri, korupsi, atau bahkan sampai hati membuang bayi, maka sungguh salat mereka harus dipertanyakan lagi.

Dalam Surat An-Nisa Allah telah melarang kita untuk tidak melakukan salat dalam keadaan tidak benar. “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati salat, ketika kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan. . .” (QS.An-Nisa 4:43). Salat yang dikerjakan dalam keadaan lalai dan tidak sadar, hanya akan mendatangkan celaka dan sia-sia. Mengenai celakanya orang – orang yang salat telah ditegaskan oleh Allah SWT dalam Firman-Nya pada surah Al-Ma’un, ayat ke 4 dan ke 5. “Maka celakalah orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dalam salatnya.” (QS. Al-Ma’un: 4-5).

Seseorang yang benar-benar mengerjakan salatnya dengan baik, akan mampu mencegah diri untuk tidak melakukan perbuatan yang keji. Hal ini disebutkan dalam Firman Allah dalam surat Al-Ankabut pada ayat yang ke 45. “ . . . dan dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. . .” (QS. Al-Ankabut: 45).

Seseorang yang mampu mengerjakan salat nya dengan baik juga tidak akan pernah putus asa dengan masalah hidup, seperti keadaan financial yang terpuruk atau penyakit yang diidapnya. Mereka yang khusyuk dalam salatnya akan senantiasa meminta pertolongan Allah. Mereka tidak akan pernah melakukan perbuatan mencuri, korupsi, atau bahkan membuang bayi, seperti yang telah disebutkan di atas. Hal ini disebabkan oleh keteguhan mereka yang telah menjadikan salat dan sabar sebagai penolong di dalam hidup, sebagaimana perintah Allah dalam Surat Al-Baqarah. “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya”. (QS. Al-Baqarah: 45-46)

Abu Sangkan, dalam karyanya yang berjudul Pelatihan Shalat Khusyu, memberikan statement bahwa salat merupakan pertemuan hamba dengan Allah tanpa perantara. Pernyataan dari Abu Sangkan tersebut menegaskan bahwa di dalam salat, kita telah berjumpa dan berkomunikasi secara langsung dengan Sang Pencipta, Allah SWT. Ini hanya dapat dilakukan oleh mereka yang beruntung, yaitu mereka yang khusyuk dalam shalatnya. Hal tersebut terdapat terpaparkan dalam Firman Allah pada surat Al-Mu’minun, ayat ke 1 dan ke 2. “Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya.” (QS.Al-Mu’minun:1-2)

Mekanisme salat 5 waktu sehari semalam yang kita jalankan sehari-hari akan menjadi alat yang paling efektif untuk memelihara rohani jika dilakukan dengan benar dan khusyuk. Adapun hal yang pertama yang harus kita lakukan saat ingin melakukan ibadah salat adalah menghadirkan hati, pikiran, dan tumakninah (tenang). Jangan biarkan hati dan pikiran sekali-kali dapat terbang bebas melayang ke tempat-tempat lain selain Allah. Yakinkan hati dan pikiran bahwa kita sedang melihat Allah atau Allah sedang melihat kita. Jika hal ini dapat dilakukan di dalam salat, maka jalinan komunikasi dengan Sang Pencipta pun akan berjalan dengan baik.

Hal yang kedua yang wajib diperhatikan saat kita mengerjakan shalat adalah mengenai bacaan salat. Bacaaan salat harus diucapkan dengan benar, jelas, dan tartil (perlahan-lahan dan tidak terburu-buru). Hal ini dapat menambah rasa kekhusyukan dalam salat, terlebih lagi jika kita mampu mentadaburinya (memahami) bacaan – bacaan yang terdapat di dalam salat tersebut.

Adapun hal selanjutnya yang harus kita perhatikan adalah gerakan shalat. Saat kita mengerjakan shalat, maka lakukanlah gerakan-gerakan shalat yang benar dan tidak terburu-buru. Gerakan-gerakan salat yang terburu-buru hanya dapat menghilangkan kekhuyukan salat. Tindakan itu juga dapat memancing seorang hamba untuk menjadi seorang pencuri di dalam salat, sebagaimana hadist berikut ini. “Pencuri yang paling jelek adalah orang yang mencuri shalatnya.” Setelah ditanya maksudnya, beliau menjawab: “Merekalah orang yang tidak sempurna rukuk dan sujudnya.” (HR. Ibn Abi Syaibah, Thabrani, Hakim, dan dishahihkan Ad-Dzahabi).

Peringatan hari Isra’ Mi’raj 1441 H yang jatuh pada hari ini, dapat menjadi momentum untuk berefleksi diri. Apakah sudah sempurna ibadah salat kita selama ini? Semoga Allah menggolongkan kita ke dalam orang-orang yang beruntung, yaitu orang-orang yang baik dan khusyuk dalam salatnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *